BAZNAS Menembus Batas Kepulauan Mentawai

Langit malam berpamit pertanda hari telah pagi. Hari ini akan menjadi hari yang padat, perjalanan panjang menuju suatu pulau kecil bagian Indonesia Barat untuk melakukan tugas lapangan. Pekerjaan yang jarang dilakukan bagi seseorang yang terbiasa dalam ruangan dan duduk di depan layar laptop selama sepuluh jam, bahkan lebih.
NN, atau biasa dipanggil Nuna, merupakan salah seorang karyawan dari lembaga legendaris di Indonesia. Lembaga yang bergerak di bidang perekonomian Islam, kemanusiaan, dan juga pendidikan. BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) Kebon Sirih bagian MCB (Mualaf Centre BAZNAS).
MCB memiliki salah satu program utama, yaitu Pembinaan Mualaf. Pembinaan Mualaf tersebut membutuhkan aktivitas yang terjun langsung ke masing-masing daerah para mualaf. Bertemu mereka. Melihat situasi dan kondisi sejauh mana mereka menjadi insan yang baru saja terlahir kembali (mualaf).
NN bersama rekan kerjanya, DT, akan terbang menuju Pulau Sumatera, tepatnya di Sumatera Barat, Kota Padang, pada pagi hari. Kota Padang merupakan tempat transit sebelum ke tempat yang dituju.
Tidak memakan waktu lama untuk ke Padang dari Bandara Soetta (Soekarno Hatta) hanya satu setengah jam. Tetapi mereka tertahan di bandara satu jam dikarenakan pesawat mengalami delay.
Tiba di Padang, langsung menuju BAZNAS Provinsi Sumatera Barat untuk  melakukan silaturahmi sekaligus mengadakan pertemuan, yang akan membahas dan bertukar pikiran tentang program yang berkaitan dengan para Mualaf.
Keesokan harinya, NN berangkat menuju BAZNAS Kota Padang, membawa pertanyaan yang menjadi salah satu pembahasan di diskusi tempat sebelumnya. Apakah benar ada isu tentang berpindahnya agama masyarakat demi mendapatkan kebutuhan sehari-hari?
Beberapa hari yang lalu, mereka sudah melakukan janji temu dengan staff yang ada di sana. Setelah bertemu, lalu berdiskusi. Salah satu staff yang pernah mengintervensi mualaf di daerah Mentawai membenarkan isu yang NN lontarkan. Tetapi belum tentu terjadi di titik lokasi yang NN dan DT tuju nanti.
Seusai melakukan pertemuan di BAZNAS Kota Padang, NN dan DT menuju BAZNAS Provinsi Sumatera Barat lagi, untuk menjemput salah satu staff bernama Uda Mery yang turut ke titik lokasi terkait keadaan mualaf yang ada di Kecamatan Siberut Selatan.
Setelah lima belas menit berada di BAZNAS Provinsi Sumatera Barat, mereka bertiga menuju pelabuhan.
Di pelabuhan inilah satu-satunya akses menuju titik lokasi yang dituju mereka, Kepulauan Mentawai. Menggunakan kapal lambat yang telah dipesan tim BAZNAS Provinsi Sumatera Barat sebelumnya.
Dari pelabuhan menuju Kepulauan Mentawai hampir memakan waktu sepuluh jam dengan cuaca yang mendukung. Jika tidak, akan berlayar selama dua belas jam.
Alasan tim MCB memilih Kepulauan Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan sebagai titik lokasi penugasan diantaranya memudahkan para da’i melakukan mobilisasi dan pelaporan dengan pusat administrasi yang jaraknya tidak jauh, dan karena tidak adanya da’i selama setahun belakangan ini yang melakukan bimbingan maupun pembinaan.
Hampir sepuluh jam di Laut Selatan. Akhirnya mereka tiba di pelabuhan tempat tujuan, Desa Meilepet, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai. NN disambut oleh salah seorang da’i yang berasal dari Kalimantan, tetapi sudah menetap lama di sini setelah menikahi seorang wanita asli Mentawai.
Ustadz Mahmud namanya, yang menjadi seorang da’i dari tahun 2008 sampai sekarang. NN, DT dan Uda Mery diantar oleh Ustadz menuju rumahnya, Desa Muara, Kecamatan Siberut Selatan. Tiba di rumah, mereka segera melakukan giat pribadi atau bersih-bersih diri, sebelum melakukan kegiatan utamanya di daerah ini.
Tidak seperti daerah pedalaman yang biasa digambarkan sangat terbelakang. Di Desa Muara ini merupakan daerah yang sudah modern seperti rumah dengan bangunan semen, salah satunya rumah Ustadz Mahmud.
Tetapi ada beberapa rumah yang bangunannya masih menggunakan kayu. Kondisi lingkungan di sini juga terdapat banyak vegetasi tanaman pendek yang ditempatkan di rumah-rumah sebagai tanaman hias. Adapun tanaman yang menjulang tinggi, seperti Pohon Kelapa.
Seusai pembersihan diri dan juga makan, NN langsung menuju kawasan yang di mana terdapat banyak mualaf. Diantar oleh Ustadz Mahmud dengan mobil sewa beserta supir.
Kegiatan yang akan dilakukan NN di sini adalah assessment atau melakukan penilaian untuk mendapatkan beragam informasi, baik dari permasalahan, kebutuhan, dan potensi dari titik lokasi maupun Mualaf itu sendiri.
Walaupun menggunakan mobil, tetapi tidak begitu jauh jarak tempuhnya. Tempat yang akan dituju adalah masjid-masjid yang ada di Kecamatan Siberut Selatan. Menurut Ustadz Mahmud, di masjid-masjid inilah menjadi salah satu tempat pembinaan para mualaf untuk menjadi pemeluk agama Islam pada umumnya.
Masjid yang pertama dikunjungi adalah Masjid Al-Huffaz. Dari penuturan DKM Masjid Al-Huffaz, sebelum masjid ini berdiri, terjadi pergesekan antara da’i dengan penduduk asli setempat yang mayoritas beragama Kristen. Penduduk asli tersebut hampir melakukan pembacokan terhadap para da’i  karena tidak terima adanya masjid di lingkungan mereka.
Lingkungan masjid yang akan dibangun ini sudah terdapat banyak mualaf yang memeluk agama Islam, alasan para penduduk asli yang marah tersebut tidak bisa dianggap sebagai penolakan. Akhirnya pertentangan tersebut mulai memudar.
Walaupun memudar, bukan berarti sudah menyerah atas penolakan yang diajukan. Mereka, para penduduk asli (Suku Sikere) yang menolak adanya masjid, melakukan hal yang tidak mengenakkan lagi. Setelah masjid terbangun, mereka sengaja menaruh bangkai babi di sumur yang menjadi sumber aliran air untuk berwudu para jamaah masjid.
Melakukan dakwah di sini terasa mustahil bagi orang-orang yang tidak tahu bagaimana cara bersikap sebenarnya. Dakwah yang dilakukan para da’i yang sudah ada yaitu melalui pendekatan dan sosialisasi yang baik, mereka pantang menyerah terhadap penduduk asli yang menentang.
Pendekatan yang dilakukan ialah memberikan penjelasan bagaimana meningkatkan perekonomian desa atau bagaimana mencukupkan kebutuhan sehari-hari.
Setelah mendengarkan cerita pro-kontra dibangunnya Masjid Al-Huffaz ini, NN bersama rekan perjalanan melakukan FGD (Forum Grup Diskusi) bersama DKM yang ada, terkait permasalahan yang ada dan perkembangan Islam di sini.
Para da’i menceritakan pengalamannya masing-masing tentang para mualaf yang mereka bina. Ada yang salah satu mualaf bertanya dengan pertanyaan unik tentang memakan babi karena tuntutan budaya. Karena mereka hidupnya berdampingan dengan hewan babi , dan belum terbiasa dengan larangan yang diperintahkan untuk tidak memakan daging babi.
Hasil dari diskusi tersebut, tim MCB yang diwakili NN dan DT, mendapatkan nama-nama dari seratus KK (Kartu Keluarga) yang terdata sebagai mualaf.
Selain mendapat data seratus KK, mereka memutuskan untuk penempatan da’i di Kecamatan Siberut Selatan dari hasil pelatihan da’i yang dilakukan BAZNAS Kebon Sirih.
Penempatan da’i di sini bermaksud untuk membina para mualaf untuk melakukan wudu sesuai urutan, shalat yang benar, cara membaca Al-Quran, dan mengenalkan Islam lebih luas lagi.
Setelah penempatan da’i ini, tim MCB melakukan pemberian bantuan untuk kehidupan para mualaf. Memberikan uang saku. Menyekolahkan anak-anak para mualaf hingga lulus kuliah.
Seusainya melakukan assessment di titik ini, sore itu juga NN dan rekan perjalanan kembali ke Provinsi Sumatera Barat sebelum akhirnya pulang ke Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas "Deskripsi Diri" Character Building